Prolog: Legenda Naga Pharaoh dan Penahanan Kekuatannya


Di masa lalu yang sangat jauh, di planet merah yang kini dikenal sebagai Mars, hiduplah makhluk-makhluk luar biasa: naga perkasa dan dinosaurus bijaksana. 

Mars adalah planet keempat dari Matahari, sering disebut "planet merah" karena warnanya yang merah kemerahan. Mars adalah planet berbatu dengan atmosfer tipis dan sering dijuluki "planet merah". Mars juga dikenal sebagai planet yang musimnya paling mirip dengan Bumi. 


Naga Pharaoh, penguasa kejahatan, bangkit dengan kekuatan kegelapan yang mengerikan. Ia ingin menaklukkan seluruh Mars dan menindas semua kehidupan di sana. Untuk menghentikannya, empat Dewa Naga bersatu dan menggunakan empat Senjata Dewa yang legendaris. Mereka dibantu oleh dua belas dinosaurus Shio, yang merupakan penjaga zaman purba dengan kekuatan luar biasa.


Setelah pertarungan sengit, Pharaoh berhasil dikurung dalam penjara magis yang tersembunyi di dalam gunung tertinggi Mars. Namun, kekuatannya tidak benar-benar lenyap.


Dewa Naga dan para dinosaurus Shio tahu suatu saat nanti Pharaoh akan bangkit kembali. Mereka pun mengadakan pertemuan rahasia.


“Kita harus mempersiapkan generasi baru untuk melawan Pharaoh,” kata salah satu Dewa Naga.

“Tapi kita tidak bisa menggunakan makhluk dari dunia kita saja,” jawab seekor dinosaurus Shio.

“Kita harus mencari bantuan dari makhluk lain, dari planet lain…”


Bab 1: Game yang Mengubah Dunia


Langit malam tampak biasa saja di atas kota Depok, Jawa Barat [pada tahun 2013—dipenuhi cahaya lampu jalan dan dengung motor yang terus berlalu-lalang. Tapi di sebuah rumah dua lantai di pinggiran kota, tiga anak sedang larut dalam dunia yang lebih jauh dari apa pun yang bisa dijangkau kendaraan: dunia Mars.


"Lina, coba buka petanya. Gue yakin gua tempat telur itu ada di dekat Pegunungan Dusk!" seru Raka, dengan nada penuh semangat sambil mencondongkan tubuh ke arah layar laptop Lina.


Lina Chen, gadis keturunan Tionghoa berambut pendek dan berkacamata, menggeser layar sentuh di depannya. “Sebentar, Raka. Jangan asal nebak. Kita butuh koordinat yang akurat kalau mau buka pintu gua itu.”


Di layar mereka, terbentang peta interaktif yang memperlihatkan permukaan Mars—tapi bukan Mars biasa. Ini adalah dunia dalam game misterius yang baru mereka unduh dari forum tertutup seminggu lalu: Mars: Awakening of Beasts.


Arga, si jenius komputer yang pendiam, mengetik cepat di tablet transparannya. “Ini aneh. Data peta ini nyaris sama dengan hasil pemetaan NASA. Bahkan komposisi bebatuannya pas. Pegunungan Dusk… mungkin itu Olympus Mons.”


“Seriusan?” tanya Raka, matanya membulat.


Arga mengangguk. “Aku ngecek ulang data. Ini bukan main-main. Kalau benar, gua yakin ini lebih dari sekadar game.”


Lina mengerutkan kening. “Tapi ini cuma permainan, kan?”


Seketika layar mereka berkedip. Semua visual berubah menjadi gelap, lalu tulisan merah menyala muncul perlahan:


"TES DIMULAI. TEMUKAN TELUR PENJAGA. WAKTU ANDA TERBATAS."


Seketika, semua perangkat elektronik di kamar mati.


“Apa-apaan itu barusan?” Raka berdiri, cemas. “Gue gak suka ini.”


Belum sempat mereka berbicara lebih lanjut, suara aneh terdengar dari luar jendela. Suara... desiran angin yang membawa bisikan. Tapi tak ada angin malam ini.


Arga mendekati jendela. “Astaga…”


Di kejauhan, di langit malam yang cerah, ada kilatan merah samar. Bukan bintang. Bukan satelit. Seolah... ada sesuatu yang memanggil.


Lina menelan ludah. “Kalian ingat bagian intro gamenya? Katanya, ‘Yang terpilih akan dipanggil oleh Mars sendiri.’ Kalian pikir…”


Raka tertawa kaku. “Udah ah, ini pasti bagian dari promosi marketing atau augmented reality. Gak mungkin nyata.”


Tapi perasaan di dada mereka berkata lain.


---


Dua hari kemudian.


Pegunungan bersalju di wilayah utara Indonesia membentang sunyi. Di tengah badai kecil, tiga anak yang biasanya duduk di depan layar kini berada di alam liar, mengenakan jaket tebal dan membawa perlengkapan pendaki.


"Menurut koordinat dari game, gua itu ada di balik lereng itu," ujar Lina sambil menunjuk peta di smartwatch-nya.


Raka, meski menggigil, tersenyum lebar. “Gue suka game ini. Seriusan. Gila.”


Arga, dengan drone mini terbang di belakangnya, memperingatkan, “Gua itu seharusnya tidak ada di peta mana pun. Tapi droneku menangkap struktur gua besar 200 meter ke depan.”


Setelah berjalan hampir sejam, mereka tiba di mulut gua yang tak terlihat dari luar. Dindingnya merah kehitaman, mirip bebatuan Mars. Dan di dalamnya... cahaya biru samar memancar.


Ketika mereka melangkah masuk, keheningan menyelimuti seisi gua. Di tengah ruangan, berdiri tiga telur raksasa—satu bersisik merah, satu biru berkilau, dan satu bertanduk kristal.


Seketika, lantai bergetar. Udara menjadi panas. Telur-telur itu berdenyut seakan... hidup.


“Apa kita harus—” tanya Arga, tapi kalimatnya terputus.


Karena saat mereka menyentuh masing-masing telur… dunia mereka runtuh. Cahaya menyilaukan membungkus tubuh mereka. Lantai menghilang di bawah kaki.


Dan mereka terjatuh. Bukan ke dalam lubang, tapi ke langit—menuju dunia merah yang menanti dengan rahasia ribuan tahun.

Bab 2: Jam Tangan Penentu Nasib

Cahaya merah lembut menerpa wajah mereka. Perlahan, Lina membuka mata. Dia merasa aneh — bukan hanya karena tempatnya berbeda dari kamar tidur biasa, tapi juga karena pergelangan tangannya terasa berat.

Di sana, terpampang sebuah jam tangan aneh  berdesain futuristik. Bukan jam tangan biasa — bentuknya ramping, dengan layar holografik yang berdenyut pelan seperti ada kehidupan di dalamnya.

“Eh... kalian bangun juga?” suara Raka terdengar di sampingnya, sedikit serak. Dia memutar-mutar pergelangan tangan yang juga mengenakan jam serupa.

Arga membuka matanya dan segera menatap jam di tangannya. “Ini... apa ini? Aku gak pernah punya jam seperti ini,” gumamnya, suara penuh penasaran.

Lina menggeser layar holografik pada jamnya, dan sebuah suara lembut muncul dari dalam perangkat:

“Selamat datang, Penjaga. Jam tangan ini adalah Kunci Dewa Naga dan Dinosaurus. Melalui perangkat ini, kau dapat memanggil dan mengendalikan partner sejati yang akan menemanimu di Mars.”

Ketiganya saling berpandangan, tak percaya dengan apa yang baru saja didengar.

“Tunggu, partner? Maksudnya kita... bakal punya dinosaurus dan naga sebagai teman?” tanya Raka, setengah tertawa setengah terkejut.

“Kalau gitu, ini bukan cuma game,” Lina berbisik.

Tiba-tiba, layar holografik menampilkan tiga simbol: seekor naga merah menyala, seekor dinosaurus biru yang gagah, dan sebuah sosok kristal bercahaya.

“Ini... calon partner kalian,” suara dari jam tangan menjelaskan. “Masing-masing akan muncul jika kalian memilih dan memanggilnya dengan benar. Kekuatan mereka akan berhubungan dengan jiwa kalian.”

Arga menggerakkan jarinya dan menyentuh simbol naga merah. Seketika hologram naga itu muncul di udara, berputar-putar lalu menghilang.

“Aku gak yakin ini hanya teknologi hologram,” katanya. “Sepertinya… nyata.”

Jam tangan mereka bergetar lembut, dan sebuah pesan baru muncul:

“Perjalananmu baru dimulai. Naga Pharaoh, penguasa kegelapan di Mars, akan segera bangkit kembali. Hanya kalian yang dapat menghentikannya. Gunakan kekuatan partner kalian dengan bijak.”

Lina menghela napas. “Jadi… kita benar-benar dipilih untuk melawan Pharaoh?”

Raka mengangkat kepalan tangan. “Kalau begitu, kita harus siap. Naga dan dinosaurus itu... partner kita di dunia yang bukan cuma permainan ini.”

Arga tersenyum tipis. “Kita gak hanya main game lagi. Kita sudah masuk ke dalam dunia yang nyata. Dan petualangan baru kita… baru saja dimulai.”

Setelah menerima jam tangan ajaib dan pesan penting tentang Naga Pharaoh, ketiganya berdiri di sebuah padang luas merah yang tak bertepi, dengan langit Mars yang berkelap-kelip aneh. Di depan mereka, hologram simbol naga, dinosaurus, dan kristal masih berpendar.

“Sekarang waktunya untuk memanggil partner kita,” kata Lina, suaranya penuh tekad.

Ketiganya mengangkat pergelangan tangan dan menyentuh simbol masing-masing di layar jam tangan.

---

Lina dan Long Wei

Di depan Lina, dari kabut merah muncul sesosok naga besar dengan sisik merah menyala, mata berapi, dan ekor yang berputar anggun. Naga itu mengaum lembut, mengeluarkan semburan api kecil yang membentuk lingkaran bercahaya di udara.

“Aku Long Wei, kekuatan api dan pelindungmu,” suara naga itu bergema dalam benak Lina. “Bersama, kita akan lawan kegelapan yang bangkit.”

---

Raka dan Koro-chan

Sementara itu, di sisi Raka, sebuah makhluk dinosaurus kecil melompat keluar dari bayangan. Berbulu halus warna biru dengan corak cerah, matanya ceria dan penuh semangat.

“Hai, aku Koro-chan!” suara kecil tapi ceria bergema. “Aku lincah dan cepat, siap menemani dan melindungi kamu!”

Raka tersenyum lebar, mengelus kepala Koro-chan yang mungil tapi kuat itu. “Keren, bro! Kayak partner main game sesungguhnya!”

---

Arga dan Fubuki.

Di sisi Arga, kabut dingin mulai menyelimuti dan dari dalamnya muncul naga kristal bening yang berkilau seperti es. Nafasnya menciptakan kabut beku yang menari di udara.

“Aku Fubuki, badai salju yang tenang dan kuat,” suara lembutnya memenuhi pikiran Arga. “Kita akan berdiri teguh di tengah badai kegelapan.”

Arga menatap Fubuki dengan rasa kagum dan hormat. “Kita akan kuat bersama.”

---

Ketiganya merasakan aliran energi mengalir dari jam tangan ke tubuh mereka, seolah menghubungkan jiwa mereka dengan partner masing-masing. Suasana menjadi lebih hidup, penuh harapan dan tekad.

“Ini bukan hanya permainan,” Lina berkata pelan. “Ini dunia kita sekarang.”

“Dan kita sudah mulai bertarung untuk masa depan Mars,” tambah Raka, mengepalkan tangan.

Arga menatap langit merah yang luas. “Pharaoh, kami datang.”

Bab 4: Latihan dan Persiapan Perang

Matahari merah Mars mulai meninggi, menyinari padang pasir luas di sekitar mereka. Lina, Raka, dan Arga berdiri berhadapan dengan partner masing-masing, yang kini sudah menjadi sosok nyata di dunia Mars.

Lina mengangkat tangan, mencoba mengendalikan Long Wei yang mengepakkan sayap berapi-api. “Long Wei, tunjukkan kekuatan api!”

Naga merah itu mengeluarkan semburan api yang membentuk lingkaran besar, membakar batuan kering di sekeliling mereka. Lina merasakan gelombang panas mengalir dari naga ke dalam dirinya, membuatnya terpacu.

Di sisi lain, Raka berlari bersama Koro-chan yang gesit. “Ayo, Koro-chan! Lincah dan cepat, tunjukkan skillmu!”

Dinosaurus kecil itu melompat tinggi, berlari melewati bebatuan dengan kelincahan luar biasa. Raka mengontrol pergerakannya lewat jam tangan, memerintahkan serangan simulasi yang mengagetkan.

Arga berdiri tenang, mengangkat tangan ke arah Fubuki. “Tahan badai esmu, Fubuki.”

Naga kristal itu menghembuskan angin dingin, membuat kabut beku menari-nari membentuk penghalang pelindung yang memantulkan cahaya merah dari langit Mars.

“Bagus,” puji Lina. “Kita harus menguasai kekuatan ini, sebelum Pharaoh bangkit.”

Tiba-tiba, layar holografik jam tangan mereka berkedip. Muncul pesan baru:

“Ujian pertama dimulai. Kalahkan bayangan Pharaoh untuk membuka kunci senjata Dewa Naga.”

Bayangan hitam besar dengan mata merah menyala muncul di depan mereka, mengeluarkan aura gelap yang mengerikan.

Lina menatap partnernya, “Kita harus siap bertarung.”

Raka mengepalkan tangan, “Ini baru permulaan.”

Arga mengangguk, “Bersama, kita bisa.”

Bab 5: Dunia Baru, Musuh Baru

Lina, Raka, dan Arga membuka mata mereka dengan perlahan. Tubuh mereka terasa berat dan aneh. Sekeliling mereka bukan lagi pegunungan di Bumi, tapi sebuah lanskap merah yang luas, di bawah langit oranye gelap khas Mars.

Mereka duduk di atas tanah yang berdebu merah. Di pergelangan tangan masing-masing, terpasang jam tangan bercahaya dengan desain futuristik dan simbol naga serta dinosaurus yang berputar perlahan.

"Ini… bukan lagi permainan," suara Lina bergetar. "Kita benar-benar di Mars."

Raka menatap tangannya yang mengenakan jam tangan itu. "Gila… kita sudah meninggalkan Bumi berapa lama?"

Arga menggerakkan perangkatnya, lalu menatap layar. "Menurut data di sini, waktu kita sudah berjalan selama 500 tahun sejak kita meninggalkan Bumi."

Ketiganya saling pandang dengan ekspresi campur aduk: terkejut, bingung, takut.

Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara gemuruh keras. Sebuah kawanan dinosaurus besar muncul di cakrawala, diikuti oleh seekor naga besar berkilauan.

Jam tangan mereka bergetar dan memunculkan hologram partner masing-masing:

Lina mendapatkan Long Wei, naga api berkilau merah menyala.
Raka mendapatkan Koro-chan*, dinosaurus biru kecil yang lincah.
 Arga mendapatkan Fubuki, naga es kristal yang anggun.

Sebuah suara lembut keluar dari jam tangan mereka:

"Kalian telah dipilih menjadi penjaga Mars. Bersama kami, kalian harus melawan kegelapan yang akan bangkit: Naga Pharaoh. Namun kini, ancaman lain telah muncul — Ras Manusia Super, hasil evolusi dan rekayasa genetik dari Bumi masa depan, yang ingin menaklukkan Mars dan memburu makhluk langka seperti dinosaurus."

Lina menggenggam tangan partnernya, Long Wei. "Kita harus melindungi Mars dan makhluk-makhluk di sini. Tapi kita juga harus bersiap menghadapi manusia… mereka sudah berbeda dari yang kita kenal."

Raka mengangguk. "Kalau begitu, gimana kalau kita mulai latihan? Kita harus kuasai kekuatan kita dulu sebelum bertarung."

Arga menatap cakrawala yang mulai gelap, dengan bayangan besar yang tampak di kejauhan. "Waktu kita singkat. Pharaoh akan bangkit. Dan manusia… mereka tidak akan berhenti."

Tiga anak itu memandang ke masa depan yang berat dan penuh tantangan, siap melangkah ke dunia baru yang jauh dari rumah mereka.

Bab 6: Teman Misterius dan Rahasia Jam Canggih

Matahari Mars mulai turun di balik bukit merah, menciptakan bayangan panjang di padang pasir. Lina, Raka, dan Arga tengah berlatih mengendalikan partner mereka — Long Wei, Koro-chan, dan Fubuki — saat tiba-tiba sosok anak muncul dari balik bebatuan.

Anak itu memakai jaket gelap dengan motif naga, dan di tangannya tergenggam kartu-kartu tempur yang bersinar redup. Wajahnya serius tapi penuh percaya diri.

Tiba-tiba, dari balik celah batu muncul bayangan gelap besar — anak buah Pharaoh yang menyeramkan, seekor naga kegelapan dengan sisik hitam legam dan mata merah menyala. Ia mengaum mengancam dan meluncur ke arah Shen.

Shen tidak panik. Dengan tenang, dia mengangkat kartu tempur dari genggamannya dan menepuknya ke tanah. Sebuah cahaya putih terang membara dan dari dalam cahaya itu muncul naga besar, sosok partner tempurnya yang berkilau, dengan sisik biru keperakan dan mata tajam bercahaya—sebuah naga yang melambangkan keberanian dan kekuatan.

Naga Shen mengaum kuat, mengeluarkan semburan angin badai yang menghantam naga kegelapan itu. Pertarungan sengit berlangsung singkat, namun dengan kelincahan dan strategi yang sempurna, Shen dan naganya berhasil melumpuhkan anak buah Pharaoh itu dengan kombinasi serangan angin dan ekor yang memukul keras.

Saat naga gelap itu jatuh, tubuhnya memudar menjadi bayangan dan hilang. Shen berdiri tegak, wajahnya penuh keyakinan.

Lina, Raka, dan Arga terpana melihat kekuatan yang baru saja mereka saksikan.

"Siapa kau?" tanya Lina dengan penuh kekaguman.

Anak itu tersenyum tipis. "Nama saya *Shen*. Aku datang dari Bumi, seperti kalian. Tapi aku sudah di sini lebih dulu."

Raka mengangkat alis. "Lebih dulu? Maksudmu kita bukan yang pertama datang ke Mars?"

Shen mengangguk. "Betul. Dan aku sudah belajar mengendalikan jam tangan ini lebih dalam. Kartu tempur ini adalah kunci untuk membangkitkan kekuatan tersembunyi dari jam canggih kita."

Arga penasaran. "Apa tujuanmu di sini? Apa kau tahu tentang naga Pharaoh?"

Shen menghela napas. "Pharaoh itu bukan sekadar legenda. Dia ingin membalaskan dendam kepada para Dewa Naga yang mengurungnya, dan mengembalikan Mars ke zaman kegelapan yang penuh kehancuran."

Lina melirik jam tangannya. "Kami juga sudah tahu tentang manusia super di Bumi yang ingin menguasai Mars."

Shen mengangguk serius. "Itu benar. 500 tahun telah berlalu sejak kalian meninggalkan Bumi. Bumi telah berubah drastis, menjadi tempat di mana manusia berevolusi dan di-rekayasa secara genetik menjadi manusia super. Mereka sekarang dipimpin oleh Pemerintah Dunia, yang ingin menguasai Mars karena bumi sudah rusak parah akibat keserakahan manusia."

Raka bergumam, "Jadi, kita benar-benar terlempar jauh ke masa depan. Dan kita harus melawan bukan hanya Pharaoh, tapi juga manusia super itu."

Shen tersenyum penuh keyakinan. "Kita tidak sendiri. Bersama-sama, kita bisa melawan kegelapan dan menjaga Mars tetap aman."

Lina, Raka, dan Arga saling bertukar pandang dan tersenyum. Mereka akhirnya menemukan teman seperjuangan — dan kekuatan baru yang bisa mengubah nasib Mars.

Bab 7: Air Mata, Realita, dan Misi Para Penjaga Mars

Malam itu, saat angin dingin Mars menyapu dataran merah, Lina duduk sendiri di atas batu besar. Matanya basah, air mata mengalir tanpa bisa ditahan.

“Aku rindu Bumi… aku ingin pulang,” bisiknya dengan suara serak. “Aku ingin bertemu Mama dan Papa, kembali ke rumah kami di Depok…”

Raka dan Arga mencoba menghibur, tapi Lina menunduk, tenggelam dalam kesedihan yang dalam.

Tiba-tiba Shen duduk di sampingnya, menatap jauh ke langit Mars yang penuh bintang asing.

"Lina," ucap Shen pelan, "aku mengerti perasaanmu. Aku juga merasakan hal yang sama ketika pertama kali tiba di sini. Tapi, aku harus jujur padamu."

Lina menoleh, tatapan penuh harap.

"Kita memang bisa melakukan perjalanan waktu ke masa depan melalui game itu. Itu karena relativitas waktu—seperti yang dijelaskan Einstein, waktu bisa melambat atau bergeser berdasarkan kecepatan dan gravitasi. Tapi kembali ke masa lalu... itu hal yang berbeda."

Shen menarik napas panjang. "Kembali ke masa lalu akan melanggar kausalitas, hukum sebab-akibat yang menjaga keseimbangan alam semesta. Jika kita mencoba mengubah masa lalu, itu bisa menimbulkan efek kupu-kupu yang menghancurkan seluruh garis waktu. Jadi, mustahil bagi kita untuk kembali ke Bumi seperti yang kita kenal dulu."

Lina terdiam, air matanya semakin deras. "Jadi… kita harus tinggal di sini? Selamanya?"

Shen mengangguk, menepuk bahu Lina dengan lembut. "Kita tidak punya pilihan lain selain bertahan. Kita harus menjaga kewarasan, dan yang paling penting—kita harus bertarung demi masa depan Mars dan Bumi."

Raka dan Arga mendekat, menyatukan tekad mereka.

Shen lalu berkata, "Untuk mengalahkan Pharaoh, kita harus melewati ujian dari para Dewa Naga. Kita harus mengalahkan dua belas dinosaurus Shio yang kini dikendalikan oleh Pharaoh. Mereka menjaga Batu Dinosaurus, sumber kekuatan purba yang harus kita kumpulkan."

"Kumpulkan Batu Dinosaurus, lalu kita harus menghadapi empat Dewa Naga untuk mendapatkan empat Senjata Dewa," lanjut Shen dengan suara penuh keyakinan. "Kita berempat adalah manusia yang diramalkan bisa membawa empat Senjata Dewa itu, senjata yang melindungi dan menjaga planet Mars."

Shen menatap ketiganya dengan penuh semangat, "Aku sudah berhasil mengumpulkan dua belas Batu Dinosaurus Shio dan mendapatkan senjata dewaku sendiri. Sekarang aku menunggu kalian bertiga untuk menemukan sisa senjata dan bersama-sama mengalahkan Pharaoh."

Lina mengusap air matanya, berdiri dengan tekad baru. "Kalau begitu, kita mulai perjalanan ini. Untuk Mars. Untuk Bumi. Untuk keluarga kita."

Malam itu, bintang-bintang Mars bersinar lebih terang, menjadi saksi janji empat manusia penjelajah waktu yang siap melindungi masa depan planet merah.

Bab 8: Ujian Kepercayaan Para Dewa Naga

Langit Mars bergetar oleh kilatan cahaya keemasan ketika gerbang kuno di puncak Tebing Vermillion terbuka. Suara nyaring memenuhi udara, seperti panggilan dari alam semesta itu sendiri.

Lina, Raka, Arga, dan Shen berdiri di depan altar batu raksasa. Di sekeliling mereka, udara berubah menjadi padat dan berkilau. Empat siluet raksasa mulai muncul—naga-naga kuno dengan aura ilahi, tubuh mereka diselimuti cahaya unsur: api, air, angin, dan tanah.

Empat Dewa Naga Penjaga Mars.

Dewa Naga Api, yang dikenal sebagai Zhu Yan, melingkarkan tubuh merah menyala sambil menatap tajam.
Dewa Naga Air, Ao Guang, mengapung tenang dengan sisik biru safir.
Dewa Naga Angin, Qing Long, membentangkan sayap panjang yang menciptakan pusaran di langit.
Dan Dewa Naga Tanah, Bai Tu, berdiri megah dengan tanduk emas dan mata seperti batu obsidian.

Suasana menjadi tegang ketika suara Ao Guang menggema, dalam dan dalam:
"Jadi kalian... manusia yang diramalkan akan membawa Senjata Dewa?"

Zhu Yan menyeringai sinis.
"Ironis. Manusia yang katanya akan menyelamatkan Mars, padahal ras mereka kini memburu dinosaurus dan mencoba menaklukkan planet ini untuk kepentingan mereka sendiri."

Qing Long ikut bicara, suaranya seperti hembusan badai.
"Dari ribuan tahun kami menjaga planet ini, tak sekali pun kami percaya bahwa manusia layak menjadi penjaga Mars."

Lina melangkah maju. "Kami bukan mereka. Kami tidak datang ke sini untuk menaklukkan. Kami ingin melindungi Mars... dan memperbaiki apa yang salah."

Raka menambahkan, "Manusia memang punya sejarah buruk. Tapi bukan berarti semua manusia buruk."

Bai Tu menatap Arga dengan tajam.
"Kata-kata kalian tidak cukup. Kami butuh bukti. Tunjukkan bahwa kalian bukan manusia yang kami khawatirkan."

Tiba-tiba, keempat naga mengangkat kepala mereka, dan dari langit muncul medan pertempuran ilusi.

Ujian mereka dimulai.

Empat anak itu harus menghadapi cermin diri mereka masing-masing: bayangan kelemahan, keraguan, dan amarah—semua dikendalikan oleh kekuatan Pharaoh. Mereka bertarung habis-habisan, bahu-membahu dengan partner naga dan dinosaurus mereka, hingga akhirnya menjatuhkan semua ilusi.

Tubuh mereka penuh luka ringan, tapi mata mereka bersinar dengan tekad.

Empat Dewa Naga memandang ke bawah. Tak ada lagi keraguan di mata mereka.

Zhu Yan mendengus, lalu mengangguk.
"Kalian bertarung seperti para pelindung sejati. Kalian membuktikan bahwa kalian bukan manusia yang tamak."

Ao Guang bersuara, lebih tenang,
"Namun, dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika kalian membawa Empat Senjata Dewa..."

Qing Long menambahkan,
"...itu tidak akan cukup untuk mengalahkan Pharaoh."

Lina terkejut. "Apa maksud kalian?"

Bai Tu melangkah maju, suaranya berat dan serius.
"Jika empat senjata itu cukup... kami sudah menggunakannya ribuan tahun lalu. Tapi Pharaoh bukan sekadar naga. Ia adalah kehendak kegelapan itu sendiri, sebuah kekuatan yang membentuk kehancuran dan keserakahan."

"Senjata kami hanya alat. Tapi harapan sejati—adalah sesuatu yang belum pernah benar-benar diuji."*

Shen menatap para dewa, kemudian berkata pelan,
"Kami akan menemukan jalan. Dengan senjata, dengan ikatan kami, dan dengan tekad."

Keempat naga saling pandang… dan untuk pertama kalinya, mereka membungkuk rendah.

"Kalau begitu, buktikan bahwa takdir memang memilih kalian. Dapatkan senjata kalian. Dan bersiaplah menghadapi perang yang akan menentukan nasib dua dunia."

---

 9: Perburuan Senjata Dewa Dimulai

Setelah pertemuan dengan para Dewa Naga, langit Mars kembali tenang. Namun jiwa keempat anak manusia itu kini dipenuhi oleh tanggung jawab yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.

Shen memimpin mereka menuruni kuil naga. Di tangannya, sebuah kompas kristal naga memutar pelan, menunjukkan arah: ke empat penjuru Mars, tempat di mana keempat Senjata Dewa tersembunyi dan dijaga oleh sisa kekuatan kuno—ujian terakhir yang hanya bisa dilewati oleh pemilik sejati senjata tersebut.

Mereka berkumpul di tepi danau beruap, duduk mengitari api unggun kecil.

“Senjataku disebut Yán Tiě, tombak petir naga. Untuk mendapatkannya, aku harus bertarung tanpa partner dan menahan godaan kekuasaan Pharaoh. Kalian juga akan diuji, bukan cuma soal bertarung, tapi soal hati dan keberanian,” jelas Shen dengan mata yang menatap tajam ke nyala api.

Lina mengangguk pelan. “Jadi senjata itu akan memilih kita?”

“Ya,” jawab Shen. “Mereka bukan benda mati. Mereka makhluk purba yang membentuk Mars bersama para Dewa Naga. Hanya yang jiwanya seirama dengan kehendak mereka yang bisa menyatu.”

Mereka membuka peta hidup yang diberikan para dewa, dan empat titik cahaya muncul:

Utara: Celah Batu Merah — Tempat terkuburnya Jianlong, pedang naga bernafas api.
Timur: Kawah Angin Bersiul — Sarang dari Fēnghǔn, busur yang menembakkan badai.
Selatan: Hutan Hitam Berkabut — Persembunyian Lǐnguī, cambuk jiwa yang hanya bisa dikendalikan oleh yang bisa mengalahkan rasa takutnya sendiri.
Barat: Danau Cermin Terbalik — Tempat istirahat Tǔshēng, perisai naga yang bisa menolak kegelapan.

“Senjata kalian berada di salah satu tempat itu,” kata Shen. “Tapi perjalanan ke sana tidak akan mudah. Pharaoh tahu kita bergerak. Anak buahnya pasti sudah mengawasi.”

Tiba-tiba, suara gemuruh mengguncang tanah. Dari kejauhan, asap hitam menjulang.

“Itu dari arah Selatan!” seru Raka.

“Mereka sudah menyerang Hutan Hitam,” kata Shen, berdiri cepat. “Mereka ingin menghancurkan senjata sebelum kita sempat menyentuhnya!”

Arga mengepalkan tangan. “Kalau begitu kita harus berpencar.”

Lina, yang kini matanya tak lagi dipenuhi tangis, menatap rekan-rekannya satu per satu. “Kita lakukan ini. Bukan karena kita sempurna, tapi karena tak ada orang lain yang bisa.”

Empat arah. Empat anak. Empat ujian jiwa.

Perjalanan mereka sebagai pembawa Senjata Dewa dimulai malam itu, di bawah langit asing planet Mars—dengan satu tekad: mengakhiri kegelapan yang pernah gagal dihentikan oleh para dewa.

10: Ujian Api Lina dan Pedang Naga Jianlong

Angin panas berhembus dari celah bebatuan retak saat Lina tiba di kaki *Celah Batu Merah*, sebuah jurang raksasa yang membelah dataran Mars seperti luka purba yang belum sembuh.

Dari celah-celah itu, asap merah menyala dan bara api muncul sesekali — tanda bahwa di bawah tanah, sesuatu masih hidup... dan menunggu.

Lina melirik jam tangannya. Long Wei, partner naganya, muncul sebagai proyeksi hologram kecil. "Apa kau yakin kita harus berpisah dari yang lain?" tanya Long Wei dengan suara lembut.

"Aku harus melakukannya sendiri. Ujian ini untukku," jawab Lina dengan suara mantap, meski hatinya masih bergetar.

Ia menuruni jurang perlahan, setiap langkah membuat suhu udara naik. Lantai bebatuan merah membara di bawah kakinya. Di tengah jurang, berdiri sebuah altar batu dengan sosok pedang raksasa tertancap di tengahnya. Pedang itu bersinar merah seperti darah yang menyala dalam gelap.

Jianlong.

Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih dekat, suara berat menggema dari dinding batu:

"Kenapa kau datang ke sini, manusia? Apa kau pikir kau layak menyentuhku?"

Dari balik kabut asap, muncul bayangan besar: Jianlong sendiri, bukan hanya pedang, tapi roh naga api yang pernah menjadi senjata para dewa.

Matanya menyala seperti bara. Tubuhnya melingkar dan berkilau, seperti api yang dibekukan menjadi logam hidup.

"Aku datang untuk menghentikan Pharaoh," jawab Lina.

"Pharaoh bukan musuh terbesarmu," sahut Jianlong. "Musuh terbesarmu adalah *keraguan* dan *penyesalan* dalam hatimu."

Tiba-tiba, kabut berubah menjadi ilusi. Lina melihat rumahnya di Depok. Ia melihat ibunya, ayahnya... dan dirinya sendiri, yang pergi tanpa pamit. Ia melihat kedua orangtuanya menangis — dan gambar itu menghantam hatinya seperti badai.

"Aku tak bisa kembali... Tapi aku juga belum bisa melepaskan mereka…" isak Lina, jatuh berlutut.

"Kalau begitu, kau tak akan pernah bisa memegangku!" bentak Jianlong, dan api meledak dari tanah, membentuk bayangan Lina palsu, versi dirinya yang dipenuhi amarah dan keraguan. Sosok itu menyerang Lina tanpa ampun.

Namun saat Long Wei hendak muncul untuk membantu, Lina berteriak, "TIDAK! Ini ujian aku!"

Dia melawan dengan tangan kosong, jatuh, bangkit lagi, menahan rasa sakit, dan akhirnya menatap sosok bayangan dirinya sendiri dengan tatapan yang berbeda. “Aku tidak akan pernah benar-benar bisa kembali. Tapi aku bisa bertarung… supaya dunia ini tak kehilangan rumahnya seperti aku kehilangan milikku.”

Bayangan itu meledak menjadi cahaya.

Jianlong bersinar terang. Sosok naga itu terbang mengelilingi Lina, lalu menyatu menjadi cahaya api dan berubah kembali menjadi *pedang* yang kini jatuh perlahan ke tangan Lina.

"Kau telah mengalahkan api dalam dirimu. Maka aku akan menjadi apimu," bisik Jianlong.

Saat Lina menggenggam pedang itu, api melingkari tubuhnya namun tidak membakar. Ia berdiri tegak, matanya kembali bersinar, dan jam tangannya berubah bentuk — lebih kuat, menyatu dengan energi Jianlong.

Lina kini menjadi pemilik Senjata Dewa Api.
XXX

Sementara Lina berjuang mendapatkan pedang Jianlong di jantung Mars, di sisi lain tata surya, sebuah dunia yang pernah mereka kenal telah berubah drastis.

Bumi, 500 tahun setelah kepergian mereka, kini bukan lagi planet yang mereka tinggalkan. Peradaban manusia telah berkembang pesat, tetapi dengan harga yang sangat mahal.

Planet itu kini berada di bawah kendali satu pemerintahan global: Pemerintah Dunia, dipimpin oleh seorang tokoh kuat, dingin, dan visioner — Presiden Magnus Stone.

Di orbit rendah Bumi, stasiun luar angkasa Hegemonia, markas pusat Pemerintah Dunia, berdiri megah dengan jaringan satelit tempur dan armada kolonial mengelilinginya. Di dalam ruang rapat pusat komando, Presiden Stone berdiri menghadap jendela kaca transparan, menatap ke arah bintang merah kecil yang kini menjadi target utamanya: Mars.

“Laporan terakhir?” tanyanya dengan nada datar.

Seorang penasihat dengan tubuh yang dipenuhi modifikasi sibernetik menjawab, “Sumber daya Mars sangat stabil. Inti planet mengandung bahan bakar energi kristal naga. Kami perkirakan bisa menyalakan semua reaktor fusion di Bumi selama seribu tahun.”

Presiden Stone menyeringai kecil. “Dan populasi Mars?”

“Kebanyakan spesies purba… naga, dinosaurus… dan beberapa anomali manusia.”

Stone menoleh, matanya berkilau dingin. “Mereka yang disebut anak-anak yang lolos ke Mars. Penjelajah waktu.”

“Ya, Tuan Presiden.”

Stone kembali menatap Mars. “Dengar, Bumi kita sudah terlalu penuh. Ekosistem kita hancur. Laut mengering, tanah menghitam. Solusi kita satu: ekspansi dan pengendalian populasi. Kita perlu mengalihkan setengah penduduk ke koloni baru.”

Penasihat bertanya hati-hati, “Dan… makhluk purba di Mars?”

Stone menjawab, tanpa ragu, “Mereka akan kita tangkap dan jual. Pasar perburuan antargalaksi akan membayar mahal untuk naga dan dinosaurus hidup. Satu ekor bisa membiayai satu negara selama lima tahun. Kita akan buka lelang untuk ras alien dari Galaksi Orion dan Zeta Reticuli. Mereka menyukai tontonan... dan darah.”

“Dan anak-anak itu, Tuan?”

Stone menyipitkan mata. “Mereka hanya anak-anak. Takdir mereka ditulis oleh fiksi. Aku tulis kenyataan.”

Kemudian ia menekan tombol holografik.

“Operasi MERAH akan dimulai. Kirim pasukan genetika. Aku ingin Mars ditaklukkan sebelum anak-anak itu menemukan senjata ketiga.”

---

Di balik ambisi Presiden Stone tersembunyi kehancuran yang lebih besar dari Pharaoh sendiri. Bukan hanya Mars yang dipertaruhkan, tapi nasib dua dunia—dan mungkin seluruh galaksi.


BAB 10: KONSTITUSI PRINCIPALITY OF MINERVA


Sekelompok pemberontak manusia di bumi yang kalah dan melarikan diri dari pemerintah dunia  membangun sebuah kerajaan kecil di planet Mars dan dilindungi oleh para naga dan dinosaurus yang juga ingin melindungi Mars dari serangan bumi.

Di  tengah hamparan merah dan lanskap gurun luas Planet Mars, berdirilah sebuah entitas yang memancarkan harapan dan kemajuan manusia: Principality of Minerva. Didirikan pada pertengahan abad ke-21 oleh sekelompok visioner yang percaya bahwa masa depan umat manusia ada di luar Bumi, 

Minerva adalah kepangeranan pertama yang mengklaim keberadaan dan kedaulatan di planet merah. Apollo 17 menemukan sisa-sisa peradaban Mars kuno di permukaan bulan. Di dalamnya, terdapat perangkat teleportasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip sains yang sebelumnya tidak diketahui. Ini memberi umat manusia sarana untuk melakukan perjalanan seketika antara orbit Bumi dan Mars. Namun, hanya Principality of Minerva yang mengetahui teknologi rahasia itu. Teknologi yang jika jatuh ke tangan Pemerintah dunia bisa membuat mereka menaklukkan Planet Mars dengan mudah.


 

PREAMBULE

Dengan rahmat Yang Maha Esa, demi kedaulatan, kehormatan, dan kemajuan spiritual serta intelektual bangsa Minerva, maka dengan ini ditetapkan Konstitusi Principality of Minerva sebagai dasar hukum tertinggi di wilayah kedaulatan ini.

 

PASAL I: STATUS DAN KEDAULATAN

Negara ini bernama Principality of Minerva.

 

Principality of Minerva adalah monarki absolut, di mana seluruh kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif berada di tangan Pangeran (Sovereign) Minerva.

 

Wilayah kedaulatan mencakup seluruh properti milik Sovereign, serta wilayah tambahan yang diakui oleh negara Minerva.

 

PASAL II: KEPALA NEGARA

Kepala Negara adalah Sovereign Minerva, yang memerintah seumur hidup atau sampai pengunduran diri.

 

Sovereign memiliki wewenang penuh dalam semua urusan negara, termasuk:

 

Pengangkatan dan pemberhentian menteri atau penasihat;

 

Pembentukan hukum dan dekret;

 

Pengampunan dan pemberian gelar kebangsawanan;

 

Hubungan luar negeri dengan micronation atau entitas lain.

 

Gelar lengkap Sovereign ditentukan oleh dirinya sendiri dan memiliki keabsahan hukum mutlak di dalam Minerva.

 

PASAL III: KEWARGANEGARAAN

Warga negara Minerva adalah individu yang secara resmi diakui dan disumpah oleh Sovereign.

 

Warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:

 

Hak untuk tinggal dan bekerja di wilayah Minerva;

 

Kewajiban untuk menaati hukum dan dekret Sovereign;

 

Hak untuk mengajukan petisi atau permohonan kepada Sovereign.

 

PASAL IV: HUKUM DAN PERATURAN

Semua hukum dan peraturan ditetapkan melalui Dekret Kerajaan oleh Sovereign.

 

Hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar Minerva: Keadilan, Ketertiban, dan Kebebasan Berintelektual.

 

Sovereign memiliki kekuasaan mutlak untuk menafsirkan dan menegakkan hukum.

 

PASAL V: SIMBOL NEGARA

Simbol resmi negara terdiri dari:

 

Bendera nasional;

 

Lambang negara;

 

Lagu kebangsaan, ditetapkan oleh Sovereign;

 

Hari nasional, yaitu tanggal pendirian negara.

 

Simbol negara wajib dihormati oleh seluruh warga negara dan pengunjung.

 

PASAL VI: HUBUNGAN INTERNASIONAL

Minerva dapat menjalin hubungan persahabatan dan kerja sama dengan micronation atau entitas manapun.

 

Semua perjanjian internasional harus disetujui dan ditandatangani langsung oleh Sovereign.

 

PASAL VII: PERUBAHAN KONSTITUSI

Konstitusi ini hanya dapat diubah melalui Dekret Khusus oleh Sovereign.

 

Usulan perubahan dapat berasal dari warga negara, namun hanya Sovereign yang berwenang memutuskan.

 

PASAL VIII: PENUTUP

Konstitusi ini mulai berlaku pada saat ditandatangani dan diumumkan oleh Sovereign Principality of Minerva.

.

 

🖋️ []

[Pangeran Minerva 1]

Sovereign Principality of Minerva



BAB 11 :      Surat  Kewarganegaraan Principality of Minerva

 


Nomor: \[MIN/REG/XXX/2025]

 

---

 

ATAS NAMA SOVEREIGN MINERVA

 

Dengan kekuasaan absolut yang diberikan oleh Konstitusi Principality of Minerva, serta demi kehormatan dan kemajuan Bangsa Minerva, maka dengan ini dinyatakan bahwa:

 

---

 

NAMA: \[Nama Lengkap Pemohon]

 

TANGGAL LAHIR: \[Tanggal Lahir]

 

TEMPAT LAHIR: [Kota, Negara]

 

IIDENTITAS: \[Nomor Identitas (opsional)]

 

ALAMAT TEMPAT TINGGAL: \[Alamat lengkap]

 

---

 

Telah secara resmi diterima sebagai Warga Negara Minerva, dengan segala hak, perlindungan, dan kewajiban yang ditetapkan oleh Konstitusi dan Dekret Kerajaan.

 

Warga Negara Minerva berhak:

 

Memiliki dan menggunakan dokumen resmi negara;

Menikmati perlindungan di bawah hukum Minerva;

Berpartisipasi dalam kegiatan budaya, nasional, dan diplomatik Minerva;

Mengajukan petisi dan permohonan langsung kepada Sovereign.

 

Warga Negara Minerva berkewajiban:

 

Menjunjung tinggi hukum dan kehormatan Principality of Minerva;

Menghormati Sovereign dan simbol negara;

Menjadi warga yang aktif, damai, dan beretika dalam komunitas Minerva.

 

---

 

Ditetapkan di Istana Kerajaan Minerva

Pada hari ini, tanggal [Tanggal Penerbitan]

 

Pangeran Minerva

Sovereign of the Principality of Minerva

 

Cap dan Meterai Kerajaan


 

---

 

CATATAN TAMBAHAN(opsional):

 

Nomor Paspor: \[Jika Diberikan]

 Gelar Kehormatan: \[Jika Ada]

Status Bangsawan: \[Ya/Tidak]

 

---

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama